Dari : Saya
Untuk : Semesta
--
Gemintang pudar
Gelap makin berpendar
--
Inilah malam, ketika saya mencoba merebut jubah hitam sang malam.
Bukankah helaian langit yg kelam itu sangat pantas dengan darah dan tulang yang hanya di balut angan?
Inilah malam, ketika saya mencelupkan sepotong rembulan kedalam cangkir panas kopi seribuan.
Bukankah cahaya keemasan sangat pas diaduk bersama hangatnya kenangan?
Inilah malam ketika saya menggenggam sebuah tangan dibalik cakrawala panjang.
Bukankah celah yang ada pada jemari kita diciptakan untuk diisi oleh seseorang disebrang atau diimpian?
--
Maka pada malam ini,
Saya memeluk erat lukisan hitam yang terkadang dihalau awan-awan.
Saya iri dan ingin warna pekatnya membekas di raga saya.
Menjadi gelap yang penyayang.
Menjadi gelap yang di lewati banyak orang untuk berharap dari bayangan kenyataan.
Menjadi gelap yang di tunggu orang untuk mengantar doa yang belum terlambat.
Menjadi gelap yang tidak pernah lelap.
--
Izinkan saya menulis keraguan dalam pudar cahaya bintang.
Izinkan saya mencintai malam dalam keikhlasan yang tak pernah kusam.
--
Saya tuliskan surat pengantar tidur untukmu, semesta hitam
Semua yang kamu baca saat ini bukan puisi! Sumpah bukan!
Semua frasa ini bukan sekedar pujian-pujian!
Sumpah itu juga bukan!
Semua aksara yang kuteteskan hari ini mengalir begitu saja dari perasaan, dari harapan, dari tamparan angin malam.
--
Selamat Malam!
( np: kirimkan balasanmu segera, aku selalu menunggu diujung berakhirnya waktu senja )
-------------------------
Tanjung Duren, 14 Des. 2016
23.41
Anisa Yulicahyanti // icachayy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar