PERIHAL TEMBOK
Saat jemari kita bercumbu
Hati ini meringis cemburu
‘Kapan kita berani begitu’ ujarnya pemalu
Retinaku selalu menjerat cahayamu
Mengiris setiap bayangan yang jadi angan candu
Saat sepasang jendela membuka dan bertemu
Di satu titik itu juga kita sama-sama merasa teduh
Bahkan saat langit diam-diam menangis di gelap minggu
Jiwa kita berniat memeluk raga sampai membiru
Semua organ dalam tubuhku menjadi beku
Karena mengingat dan memujamu akan menjadi narkotika baru
Selain seonggok debu dari pengedar shabu
Kemudian beberapa pagar dirancang rindu
Arsitekturnya kuno karena bahan bakunya masa lalu
Bagunan itu diduga jadi tempat duduk para hantu
Indra keenam siapa pun tidak bisa menjamahi ilmu
Selain dua makhluk berinisial kalbu,
Tidak ada yang berjiwa yang tau
Pembatas kota harapan dengan ruang nyata kini bertugu
Mereka muncul lagi dengan adegan dan dialog bisu
Dengan muka lugu yang pandai menipu
Doa diteriakan agar cepat-cepat bersatu pilu
Tanpa sadar kata yang sudah biasa mengandung makna
Kini dijentikkan beribu warna merah bata
Dan memupuk bagan-bagan kenyamanan
Yang tumbuh mengakar sampai pucuk penghidupan
Namun suatu yang tak boleh dilupakan
Adalah tiang luka yang menjadi pondasi kesengsaraan
Beberapa paku mencuat seperti bersiap-siap menusuk
Mengutuk
Dan mematuk tubuh-tubuh palsu sampai membusuk
Setiap waktu sosokmu menjamur selalu
Membuat jantungku gatal membengkak memar
Lalu dibalik dinding batu yang berbadan kaku
Kami berdua berpasangan dengan langit unggu
Banyak mulut mencari kebenaran palsu
Rumornya tak pernah mau berlalu
Difikiran kotor para pemicu kami menyewa kamar
Lalu untuk apa kami berada dalam ruangan?
Toh juga sesama orang sudah mengerti peran
Kami ini pajangan
Yang digerakkan dalang keyakinan
Kami main ‘ayah-ibu’an
Mendesahkan curangnya perasaan
Menyenangkan memang tapi hanya selangkangan
9 Oktober 2016
Anisa Yulicahyanti // icachayy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar