Malam,
Saya sudah lama sepertinya tidak blogging lagi mungkin disebabkan karena kesibukan saya mengikuti organisasi TV kampus ( yang menyita banyak waktu ) lalu hal-hal lain yang tidak terlalu penting. Kali ini saya akan bercerita mengenai teman saya dan pengalamannya yang buruk soal percintaan ( bukan berarti pengalaman saya jauh lebih baik ).
Sebut saja ‘E’ ( nama insial yang pasti sudah bisa ditebak jika kalian kenal betul dengan saya ), saya berteman dengannya sudah hampir delapan tahun. Saya sangat mengenalnya dengan baik juga teman lelakinya yang sangat ia sayang ini, sebut saja ‘X’.
Sudah hampir tiga tahun E menjalani hubungan pertemanan dengan X tentunya mustahil kalau mereka tidak merasakan jatuh cinta. Bahkan pernah dalam suatu buku yang saya baca, seorang pria dan wanita tidak mungkin dapat menjalani persahabatan secara murni ( artinya mungkin salahsatu atau bahkan keduanya punya perasaan ).
Saya tidak menyalahkan teman saya yang menaruh perasaan pada X ini karena saya yakin X juga mempunyai perasaan yang sama. Namun lama-kelamaan saya makin tidak setuju jika teman saya terus menjalin hubungan dengan X. Bukan karena X ini pernah melakukan kekerasan fisik pada E namun karena X telah melakukan kekerasan batin pada E.
Mungkin kalian bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan kekerasan batin? Menurut definisi saya kekerasan batin adalah perbuatan dimana seseorang telah melukai perasaan, mengganggu psikis, mengacaukan emosi, memperdaya, mengendalikan perbuatan orang lain secara sadar maupun tidak. Menurut saya itu bahkan lebih parah dengan kekerasan fisik karena cara jahat seperti itu membuat seseorang mati perlahan karena disiksa. Dan lebih parahnya lagi X melakukannya secara sadar.
Hal yang dilakukan X mungkin tidak dapat saya jelaskan dengan detail di sini karena ini merupakan media digital yang dapat diakses siapapun walaupun mungkin teman-teman saya sendiri tidak ada yang membaca tulisan ini. Yang jelas hal-hal yang dilakukan X ini membuat E jatuh hati namun ternyata X kedapatan berbohong - memanfaatkan kepercayaan E dan melakukannya lagi. Siklusnya terus menerus seperti itu. Walaupun mereka sering bertengkar hebat namun esokannya seperti tidak ada apa-apa yang terjadi.
Mula-mula X akan membuat E menjadi emosional, lalu mereka akan bertengkar hebat, E berjanji akan meninggalkan X karena sudah tidak tahan lagi, namun E kembali lagi memaafkan kesalahan X karena lebih tidak tahan jika tidak bersama X. Hal itu seperti siklus yang saya sudah hafal betul urutannya.
Tidak jarang saya melihat si E sakit karena masalah yang ditimbulkan X. Menghambur-hamburkan air matanya bahkan mungkin hampir tiap hari, matanya bengkak, nafsu makannya tidak dijaga, tidak tidur sampai pagi hari, yang lebih parahnya lagi sampai bolos kuliah. Saya yang waktu itu sedang menginap di kosan E marah ketika tahu teman saya tidak kuliah hanya karena lelaki sampah seperti itu. Jujur saya miris melihatnya sebagai perempuan yang mengemis-ngemis perasaannya pada seorang lelaki yang bahkan tidak peduli dengannya.
Lalu apakah saya diam saja melihat teman saya seperti itu ? Tentu saja tidak, saya sudah ribuan kali menasehati E, bahkan teman-teman dan keluarganya yang lain juga memberitahu kalau X ini bukan lelaki baik-baik yang bisa membuatnya bahagia. Bahkan tidak jarang saya memakinya dengan kata kasar agar ia sadar bahwa seharusnya ia meninggalkan lelaki brengsek itu. E hanya mengiyakan lalu mengulangnya lagi dikemudian hari. Hal itu membuat teman-temannya yang lain merasa tidak didengar bahkan lelah dengan sikapnya, sebagian bahkan tidak ingin mendengar keluhannya lagi.
Saya bahkan terkadang berfikir untuk mengunjungi X ( yang kebetulan satu kampus dengan saya ) dan memintanya untuk menjauhi teman saya selama-lamanya. Tapi saya bukan ada untuk mencampuri urusan mereka, saya yakin mereka juga sudah dewasa dan sama-sama tahu mana yang baik dan yang buruk. Saya hanya takut jika suatu hari E buta akan cinta dan menutup hal baik untuk dirinya dan membiarkan hal buruk masuk.
Sekarang ini yang saya bisa lakukan hanya menjadi pendengar yang baik untuk E dan mendoakan yang terbaik untuk dirinya ( saya juga mendoakan X karena saya tidak dapat membayangkan hal apa dapat dilakukannya untuk menebus kesalahan-kesalahannya ). Jika suatu hari X sudah bertindak kelewatan, saya akan jadi orang pertama yang menamparnya ( saya sendiri tidak percaya karena untuk marah saja saya kesulitan bagaimana mungkin menampar orang ). Mungkin jika polisi bisa menangani kekerasan batin saya sudah melaporkannya sekarang walaupun E tidak akan setuju.
( Note: Saya tidak ada maksud sama sekali untuk merendahkan E dengan sharing cerita seperti ini, saya hanya ingin menyampaikan untuk kalian yang membaca bahwa pengalaman teman saya bukanlah tolak ukur bahwa lelaki lebih berkuasa, sebagai seorang wanita saya tidak setuju kalau wanita disebut-sebut lemah dan tidak berdaya di mata lelaki. Bukankah lelaki yang tidak kuat untuk setia dan berjuang lebih lemah dari siapapun? )
CIAO!